Selasa, 21 Februari 2012

Responden : Survei NAPZA Pemerintah Tak Mampu Perbaiki Kondisi Lapangan

Semarang 

Pelaksanaan Survei Cepat Perilaku Pengguna NAPZA Suntik Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (SCP Penasun KPAN) untuk wilayah kota Semarang berlangsung sejak awal Februari 2012. Survei yang sedianya dijadwalkan berlangsung pada 2011, pelaksanaannya mundur dari waktu yang telah direncanakan.
Untuk wilayah Jawa Tengah, pelaksana lapangan survei dikoordinir oleh petugas lapangan Lembaga Pelopor Perubahan, Semarang. KPA Provinsi Jateng dalam hal ini bertugas sebagai pengawas dan pemantau program. Tri Indra, koordinator lapangan survei mengungkapkan kendala-kendala dalam pelaksanaan survei.
“Pengguna NAPZA Suntik yang aktif mengakses jarum suntik di layanan Harm Reduction di wilayah kota Semarang tidak banyak. Bahkan beberapa diantaranya tidak menetap di kota Semarang dan sering berpindah-pindah,” ungkapnya pada NapzaIndonesia.com, Senin (20/2).
Menurutnya, survei yang melibatkan pengguna NAPZA suntik sebagai responden ini tak berdampak langsung pada  kebutuhan dan kondisi di lapangan. Sejak dilakukannya survey serupa pada 2009 lalu, dampaknya kurang bisa dirasakan bagi pengguna NAPZA suntik secara langsung.
“Dampak survey secara langsung maupun tidak langsung masih kurang mengena. Responden sudah meluangkan waktu untuk diwawancara, namun kompensasi yang diberikan sangat minim. Kesannya responden hanya menjadi obyek dalam survei semacam ini,” imbuhnya.
Pernyataan senada juga diungkapkan salah seorang pewawancara yang sehari-hari bekerja sebagai petugas penjangkau pada layanan Harm Reduction, Yoga. Yoga terlibat dalam SCP sejak 2009 lalu sebagai pewawancara.
“Hal yang disampaikan oleh penasun yang saya temui di lapangan adalah bahwa mereka kurang bisa merasakan dampak dari keterlibatan dalam survey sebagai responden. Beberapa orang malah cenderung menutup diri ketika diwawancarai,” ujarnya.
Menurutnya, survey ini kurang tepat sasaran karena tidak melihat kebutuhan pengguna NAPZA secara luas. Aspek yang seharusnya diperhatikan, bukan hanya tentang kesehatan, namun juga tentang advokasi hukum.
“Untuk wilayah kota Semarang, sulit menemukan pengguna NAPZA yang masih aktif namun mau terbuka. Pengguna NAPZA masih ragu akan keamanan dan kenyamanan mengakses layanan di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas yang dianggap masih melakukan stigmatisasi dalam memberikan layanan,” imbuhnya.
Yoga juga menyampaikan himbauannya untuk pelaksanaan survey mendatang untuk lebih jeli melihat kondisi di lapangan sehingga bisa tepat sasaran dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi pengguna NAPZA. Karena situasi pengguna NAPZA di Kota Semarang saat ini justru didominasi oleh pengguna ganja,shabu dan obat-obatan golongan benzodiazepine. (IH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar