Jakarta
Menurut badan pengawas PBB untuk masalah
narkotika, International Narcotics Control Board (INCB), Indonesia
merupakan salah satu produsen ekstasi terbesar di Asia, meskipun
pemerintah terus menindak pengedar narkoba.
INCB yang sesuai konvensi PBB merupakan kelompok pemantau independen
pengendalian narkotika ini melaporkan bahwa sejak Indonesia mampu
memproduksi bahan baku, negara ini diprediksi akan menjadi produsen
ekstasi terbesar di seluruh kawasan Asia Timur dan Tenggara.
Anggota INCB, Sri Suryawati,
pada Selasa (28/2) menyatakan bahwa Produksi lokal amphetamine tipe
stimulan (ATS) terus melambung meskipun usaha untuk menghalangi
pedagangan narkoba dari luar negeri terus dilakukan.
“Produsen domestik secara ilegal memproduksi ekstasi dengan
mengkonversi bahan kimia sudah tersedia di negara ini. Melihat situasi
ini, ada kekhawatiran tentang meningkatnya jumlah pengguna narkoba di
Indonesia,” ujar Sri yang berprofesi sebagai ketua jurusan farmakologi
klinis dan medis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sri menjelaskan bahwa produsen ekstasi di Indonesia masih dapat
berkembang pesat meskipun sebenarnya sudah ada pengaturan dan pembatasan
yang dilakukan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Kementrian
Kesehatan mengenai import bahan kimia dan bahan baku farmasi.
“Ada kemungkinan bahwa bahan baku ini juga masuk ke Indonesia secara
ilegal,” ungkap Sri pada saat peluncuran laporan di United Nations
Information Center di Jakarta.
Menurut pejabat pemerintah di Indonesia, Ekstasi merupakan salah satu
jenis narkoba yang banyak digunakan setelah heroin dan ketamin.
INCB melaporkan bahwa jumlah barang bukti ekstasi yang disita oleh
lembaga penegak hukum di Indonesia meningkat sebesar 38% antara tahun
2009 dan 2010. Setidaknya 15 laboratorium produsen ekstasi ditutup oleh
Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) selama tahun 2010.
Laporan tersebut mengutip, jika melihat jumlah barang bukti sitaan
dan kenyataan bahwa 90% ekstasi diproduksi di dalam negeri, muncul
kekhawatiran bahwa bisa saja Indonesia menjadi pemasok utama.
Penyalahgunaan bahan kimia prekursor untuk memproduksi narkotika
merupakan salah satu dari tiga bentuk utama penyalahgunaan narkoba di
Indonesia.
Menurut laporan ini, dua perkembangan lain yang menjadi perhatian,
adalah meningkatnya penggunaan dan impor ilegal ketamine serta
perdagangan narkoba yang melibatkan kelompok terorganisir dari Afrika
Barat dan Iran.
Perdagangan narkoba dan meningkatnya penggunaan ketamin telah menjadi
perhatian serius di Asia Timur dan Asia Tenggara. Laporan ini juga
menyebutkan bahwa Asia menyumbang 99% dari peredaran ketamin di seluruh
dunia di tahun 2009 bahkan Cina saja menyita 5 ton ketamine pada tahun
2010.
Di wilayah Asia, Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara
yang melaporkan tingginya peredaran ketamin, bersama dengan Jepang,
Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Di Indonesia, ketamin sebelumnya digunakan oleh dokter sebagai obat
bius dan kondisi itu berakhir saat industri farmasi lokal mulai
memproduksi obat anestesi berkualitas tinggi.
“Hanya dokter hewan masih menggunakan ketamines untuk membius hewan selama operasi,” ujar Sri.
Dalam acara ini, Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti
mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan permintaan ke organisasi
kesehatan dunia WHO untuk mengembangkan respon terkoordinasi dalam
mengatasi tingginya produksi dan penggunaan ketamin secara ilegal. (IH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar